Ekonomi Islam yang Kupahami

Posted: April 12, 2012 in Riset Ilmiah

Ekonomi islam adalah sebuah keniscayaan. Ia berjalan beriringan bersama kebutuhan dan keyakinan. Ia mengadopsi praktek local kedalam teori untuk di Islamkan, itulah prinsip deduktif mu’amalah yang membuatnya sangat universal. Karena tujuan akhirnya adalah kemaslahatan yang merupakan impian semua umat manusia. Antara islam dan ekonomi sebenarnya sama-sama mengklaim bahawa dirinya Universal, Islam adalah nilai sedangkan ekonomi adalah prakteknya. Namun praktek ekonomi sangat terbatas pada kegiatan yang berhubungan dengan uang dan keuntungan, disinilah islam masuk memberi pencerahan bahwa ada sektor yang belum disentuh oleh praktek ekonomi konvensional yaitu kemashlahatan.

Sangat aneh memang bila suatu idealisme dimasukkan dalam kegiatan yang bersifat “take and give”. Saat ilmu ekonomi pertama kali muncul tahun 1776, tema yang diusung adalah kemashlahatan (wealth of nation), bukan bubble, bukan spekulasi, dan bukan kegelisahan. Ekonomi hutang yang banyak diajarkan kaum perbankan dan pasar modal kerap menciptakan kegelisahan dan ketidakpedulian kepada sesame. Bahkan Amerika sendiri mengakui saat krisis 2008 menerpa, ia mengkua bahwa keturunannya selalu hidup dari hutang. Saat kita berhutang, saat itulah focus pikiran kita banyak dicurahkan untuk dunia, saat kegagalan menghampiri, pikiran kita mulai kreatif bagaimana cara mengakalinya. Saat kita berhasil, pikiran kita kadang langsung mengarahkan pada kegitan foya-foya. Semua adalah tentang diriku dan keuntungan buatku. Kalo ada yang berbicara ini untuk keuntungan perusahaanku, paling tidak lebih sebagai ekperesi diri yang ingin mendapatkan peningkatan gaji. Maka tiap dari mereka yang berhasilpun akan bergumam “tiap orang harus sepertiku, kita bersaing, saling tidak percaya dan bahu membahu untuk mencapai keuntungan dunia yang ditargetkan. The question is, Apakah anda bahagia dengan kewajaran hidup seperti itu?.

Hidup adalah memberi, itulah yang saya pahami pertama kali ketika belajar tentang ekonomi islam. Ia mengajarkan bahwa tujuan ekonomi adalah manfaat. Makin besar manfaat itu bagi umat manusia makin besar pula keberhasilannya. Ia mengajarkan setiap pelaku pasar untuk saling menghargai dan meghormati apapun perbedaanya. Tidak ada system yang menguntungkan salah satu pihak, apalagi regulasi yang berusaha merugikan pihak lainnya. Trading must be fair, kita berusaha dan bekerja dalam lingkup kemaslahatan bersama. Memang perputaran uang dipasar nyata tak selalu merata, mesti ada yang untung ada yang buntung. Maka dari itu ekonomi islam mengajarkan konsep zakat yang proporsional terhadap pendapatan. Agar neraca keuangan pasar kembali ke titik keseimbangan.

Memang teori ini sangat indah bila kita bandingkan dengan fenomena masa kini. Saat orang-orang banyak berjudi dengan alasan spekulasi dan nilai tukar yang sengaja dibuat mengambang. ato Saat kebijakan fiscal dicampuradukkan dengan kepentingan politik yang diluar hitung-hitungan ekonomi. Orang-orangpun mulai berpikir untuk menyalahkan dan mencari kambing hitam. Saat kemiskinan dan pengangguran sudah mencadi obrolan basi di warung nasi. Lingkunganpun mengajarkan untuk saling menyalahkan, bukankah lebih baik kita saling memperbaiki lalu memulainya kembali dari diri sendiri. Semua orang memang ingin hidup dalam kesejahteraan, namun idealnya semua orang harusnya mau berpikir untuk mencapai kesejahteraan, minimal untuk dirinya sendiri.

Subsidi yang terlalu lama, rakyat yang hanya mau enaknya sendiri, pemerintah yang hanya memahami teori ato mahasiswa yang sok kritis tanpa didukung tinjauan analitis yang memadai. Kerap menimbulkan konflik perbedaan yang tak bisa diselesaikan. Hal itu karena tiap elemen dari Negara ini tidak mau memahami satu sama lainnya. Selalu ada alasan dari setiap perbuatan, melihat fakta untuk mencari pencerahan bukan untuk membenturkan perbedaan. Maka dari itu implementasi system kerap berbeda ditiap Negara, tentu sangat salah bila studi banding dijadikan satu-satunya sandaran logika. Peran budaya dan akumulasi tingkat pendidikan harus menjadi pertimbangan utama. Demokrasi mungkin cocok untuk Amerika tapi system monarkilah yang membuat Inggris tetap Berjaya.

Korupsi adalah penyakit. Politik adalah jalannya dan ekonomi adalah tujuannya. Ekonomi Islam dengan tegas sangat melarangnya, karena ia akan merusak asumsi ekonomi yang sudah dipelajari ratusan tahun lamanya. Antara korupsi dan spekulasi mungkin terlihat berbeda, ibarat hitam dan abu-abu, spekulasi masih punya argument untuk mengakalinya. Karena pada hakikatnya perdebatan rasional tidak akan pernah ketemu ujungnya. Cukuplah hatimu yang menjawabnya. Karena keinginan memberi yang tulus itu mesti dari hati bukan pertimbangan CSR (Corporate Social Responsibility) yang berkedok promosi.

Tinggalkan komentar