Arsip untuk Mei, 2013

Jari-jari itu meluncur deras memilah dan memilih rentetan huruf dengan kombinasi yang sangat variatif membentuk kata-kata, merangkaikan sastra dan menuliskan ungkapan cinta.. aku duduk menghadap senja pagi in yang telah berganti horizon, bulan mei emang udah saatnya poros bumi meluruskan sendi-sendi tektoniknya. Bergeser agak kekiri menandakan bahwa alam sangat senang akan perubahan. Sebuah perubahan untuk memerikan kesempatan pada yang membutuhkan.

Namun dibalik indahnya pagi ini, mataku kini hanya ingin fokus kepada keyboard yang kukelono kini. Kuinjak-injak dengan jemari, kadanng terdengar hentakan keras kadang ia hanyalah sebuah hentakan halus, berirama penuh retorika dan sarat akan makna. Detak-detak tombol yang kutekan semakin lama semakin membentuk nada yang tak kasat telinga. Indah bagi jiwa yang indah, gundah bagi jiwa yang gundah. Aku tak tahu bagaimana asal mulanya ia diciptakan. Tapi kini yang ku mengerti dia diciptakan tentu untuk memberi manfaat bagi penggunanya. Lalu bagaimana dengan manusia, apa manfaatnya bagi tuhan dan alam raya. (lebih…)

Senja malam ini indah sekali, awan membiaskan cahaya purnama di antara kelap-kelip gemintang yang berasandar pada gelapnya malam, ibarat tirai kebahagiaan ia selalu tahu caranya menciptakan rasa penasaran, mengobati penantian panjang yang telah lama tersimpan untuk membuktikan pada keyakinan bahwa indahnya mentari pagi sebentar lagi kan datang, penuh senyuman untuk menjadi kebahagiaan yang tak akan lekang oleh zaman.

Dengan diiringi nada-nada alam, aku mulai menuliskan. Sembari burung berkicau, angen sepooy melambai, diikuti irama detak kehidupan silih berganti beriringan, di mulai dari suara azan yang merdu berkumandang, televisipun mulai di nyalakan, hmm ada berita apa hari ini yaa?? Mesin-mesinpun silih berganti berderu, berlomba menghiasi jalanan menjemput rejeki atau menjemput ilmu yang telah tuhan siapkan. Semua fenomena pagi berjalan bergandengan menghiasi keindahan kanvas hati yang mulai melukiskan. Melukiskan seorang bidadari yang telah lama terpatri dalam diri, yang menjadi obat kerinduan dikala sepi, pendamai cinta selama penantian sunyi, penebar senyuman di saat kegundahan diri. (lebih…)

Jujur sebenarnya daku benci menuliskan tulisan ini, karena kata-kata dan bait2 yang terangkai selanjutnya akan lebih banyak yang berbau politik, walaupun tanpa intrik namun semoga bisa menjadi bahan diskusi yang menarik. Politik sebanarnya adalah satu bidang kaijian yang sangat aku benci, alasannya simpel ilmu ini basi. Buktinya liat saja kajian ilmu ini tetap melahirkan banyak diskusi yang sangat sedikit berujung pada aksi. Really wasting time. Apalagi para politikus yang selalu berbicara dengan “poker face” nya, diselingi dalil idealisme dan patriotisme yang kadang kita semua tahu itu Cuma alat baginya untuk menguatkan cita rasa dalam ramuan argumentasinya. Sungguh fenomena yang sangat basi. Apalagi terkadang keputusan politis sangat mempengaruhi keputusan dalam beberapa bidang lainnya. Sebut saja, Ekonomi, pendidikan, sosial, teknologi, Media, kesehatan yang kesemuanya kajian ilmunya membutuhkan orang-orang yang memilki skill dan kedewasaan akademik tinggi malah harus mengalah oleh para sebagian  politikus yang hanya bermodal materi dan ijazah yang di beli. Miriis….

Nah salah satu bidang yang cukup terpengaruh dengan politik akhir-akhir ini adalah media. Inilah yang kembali mengetuk sense of academic crisis dalam diri ini setelah cukup lama berkutat dalam romantika cinta dan kerinduan. Dengan semakin dekatnya pemilu akhir-akhir ini media yang idealnya harus netral malah kian banyak ditunggangi oleh beberapa partai  yang mulai secara terang-terangan melancarkan serangan kepada lawan politiknya, alasannya apalagi kalu bukan menjatuhkan kredibilitas lawan politik dimata masyarakat. Sejak zaman zainuddin MZ dulu menjadikannya sebagai judul ceramah pagi, Isu tentang harta, tahta dan wanita emang ga pernah surut dalam ranah politik negri ini. Tahu ga kawan, dalam media itu ada yang namanya analisis framing. Yaitu sebuah teori untuk membentuk frame berpikir masyarakat…, aku memabacanya saat pameran buku dulu dijawa timur. Dan ku kira ilmu itu hanya sensasi, namun ternyata kini, aku sedang melihatnya dengan mata kepalaku sendirii… (lebih…)

Alangkah indahnya kalau setiap diri kita, bisa belajar dari alam, meresapi filosofinya, mengambil maknanya, berendah hati, serta mensyukuri nikmatNYA yang tanpa batas. Ilmu kita yang terbatas, keangkuhan diri yang membelenggu, hati yang kaku, dan keengganan untuk berendah hati, menjadikan kita memiliki arogansi ilmiah.

Merasa paling tahu dari yang lain, atau meremehkan orang lain. Ketika sebuah gelar akademis, sarjana, master, doktor, profesor etc, berbaris rapi di depan atau dibelakang nama kita. Padahal ilmu kita belum seberapa bila dibandingkan dengan ilmuNYA Sang Maha Mengetahui. Ibarat satu tetes air di samudra yang luas, itulah ilmu yang kita miliki. Allah telah mengaruniakan satu mulut, dua mata, dan dua telinga. Mulut untuk berbicara, mata untuk melihat, mengamati, dan telinga untuk mendengar. Manfaatnya adalah untuk lebih banyak melihat dan mendengar, daripada ’berbicara.’ (lebih…)

Aku terpukau pada gemerlap bintangSumay-20130505-00164

Terpana pada indahnya bulan

Lalu Terkurung pada lingkaran kenangan

Dan kini di bukit harapan

Aku menuliskan impian

 

Berbaur dengan alam dengan rasa yang membuncah

Berkontemplasi dengan jutaan kata, terangkai indah

Membuka tabir  kesunyian (lebih…)