Bu Yanti, 15 Tahun berjualan Keliling Belum pernah Dapat Bantuan.

Posted: September 23, 2013 in Kisah Hidupku, Pesan Sosial
Tag:, , , , ,

Kisah Feature ini di liput ketika gembar-gembornya pembagian BLSM di IndonesiaBatu Ampar-20130704-00379

Nama lengkapnya adalah Parliyani Lingse, ia seorang wanita kelahiran Kendal sekitar 40an tahun yag lalu, karena ketika batam weekly menanyakan usianya, ia juga lupa yang ia ingat, hanya ia lahir sekitar 40 Tahunan yang lalu. Namun guratan wajahnya menyiratkan usia yang jauh melebihi kenyataannya, cerminan beban yang selama ini dia tanggung. Ia datang ke batam 15 tahun yang lalu saat era reformasi terjadi. Saat itu Ia bekerja dipabrik bersama suaminya, mereka sebelumnya menikah di Kendal. Pertemuan pertama dengan suaminya terjadi di daerah tangerang, saat itu ia bekerja di perusahaan sepatu. Setelah menikah mereka tinggal bersama di batam untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.

Namun tahun 2002 lalu adalah tahun yang sangat mengubah kehidupan ibu 2 anak ini. Entah Karena masalah apa yang tidak mau ia ceritakan, suaminya mengantarnya pulang  ke kendal bersama dua anaknya yang saat itu masih kecil. Setelah itu suaminya yang asli padang itu meninggalkannya dan hilang entah kemana. Sejak saat itu sang ibu, menitipkan anak-anaknya kepada adik kandungnya dirumah, dan mulai mencari suaminya lalu kembali ke batam. Karena sudah tak mempunyai tempat tinggal akhirnya ia menginap dirumah temannya yang sudah bersuami. Ia bekerja apa saja untuk mencukupi kehidupannya, dari membantu di rumah hingga berjualan keliling. Uang hasil kerjanya selalu ia kirimkan ke anaknya di kampung  yang saat ini sudah duduk dibangku SMP dan SMA. Dan sejak keberangkatannya tahun 2002 silam, bu yanti yak pernah lagi pulang ke rumahnya di kendal, praktis anaknya tak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya sendiri. Dan hingga saat ini ia juga belum menemukan suaminya.

Yang ironis adalah ibu ini seakan tidak peduli dengan kehidupannya. Saat ditanya “apakah ibu dapat bantuan BLSM?” dia menjawab tidak tahu menahu. Selama kurun 15 tahun dia tinggal di batam tak secuilpun ia mendapatkan bantuan ekonomi dari pemerintah baik raskin apalagi BLSMnya. Lalu kami bertanya apakah ibu punya ktp. Ia menjawab ia iya, tapi sudah lama tidak diupadate jadi sudah mati beberapa tahun yang lalu. Kini ia tinggal didaerah bengkong, dan biasa berjualan keliling sekitar batam center, pulang dan pergi ia biasanya menumpang motor dengan tetangganya yang ingin pergi kebatam center.

Ini hanyalah salah satu potret rakyat miskin di Indonesia, miskin secara harta, miskin secara ilmu dan miskin secara kejiwaan. Mungkin diluar sana masih banyak bu yanti-bu yanti lainnya, mereka yang secara sadar miskin namun secara sadar pula tidak tahu bagaimana mengubah hidup mereka. Saat pemerintah mengeluarkan program bantuan, menyiarkan sosialisasi lewat tv dan media Koran. Apakah tak terpikir oleh mereka bahwa banyak rakyat miskisn yang tidak mempunyai tv dan tidak pandai membaca. Menjelaskan detail program dengan birokrasi yang bagi para sarjanapun masih terkesan rumit, apalagi bagi mereka yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan.

Cukup ironis memang mengetahui banyak orang kaya diluar sana bermobil, menggunakan sepatu kets dengan dandanan rapi. Mengelabui petugas pos dengan menaruh mobil di depan Holland. Mereka mendapatkan BLSM, tapi kenapa bu yanti yang jelas-jelas tidak punya rumah, hidup berjualan keliling dengan pendapatan pas-pasan yang mempunyai 2 tanggungan anaknya yang masih sekolah tidak pernah menadapatkan bantuan secuil apapaun dari pemerintah. Tentu kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan bu yanti, kenapa ia tak mengurus KTP. Kenapa ia tak lapor ke ketua RT. Karen ia tak tahu, tak tahu bagaimana mencari tahu, ia sudah terlalu sibuk memikirkan beban hidupnya, ia tak punya waktu lagi untuk memikirkan birokrasi yang rumit. Bayangkan bila anda berada dalam posisinya. Kenapa pemerintah terlalu lepas tangan, dengan memberikan bantuan berdasarkan aturan kaku dan kadang tidak tepat sasaran. Dimanakah keadilan? Apakah ia hanya diukur dengan sebatas tulisan hitam diatas putih.

Ketika di Tanya tentang keinginannnya, ia mengatakan ia hanya ingin pulang, Namun itupun tak bisa ia lakukan. Ia tak mau menjawab kenapa ia tak bisa, selain alasan ekonomi, cerita diatas tentu sudah cukup menyiratkan alas an utamanya.

Untold Story: Salah satu catatan perjalanan selama menjadi jurnalis di batam

Tinggalkan komentar