OVOP: Solusi UMKM Menghadapi Persaingan Global

Posted: April 12, 2012 in Riset Ilmiah

A. Pembahasan

Kalau ditilik lebih lanjut, dalam konteks internal, permasalahan UMKM akan lebih mengkerucut pada 2 hal yakni kualitas SDM dan kuantitas modal yang mengakibatkan distribusi kemampuan yang tidak merata dan tingkat efisiensi yang labil. Salah satu solusi yang pernah ditawarkan adalah peningkatan peran lembaga keuangan perbankan maupun non-perbankan. Baik dari perbankan berbentuk konvensional dan syariah hingga munculnya ide untuk pendirian bank mikro seperti Grameen bank yang pernah sukses penerapannya di Bangladesh, atau melalui peningkatan peran LKM (lembaga keuangan mikro), koperasi dipedesaan, BMT hingga bantuan dari LPK (lembaga penjaminan kredit).

Sayangnya kualitas SDM yang dimiliki UMK masih terbilang belum siap untuk menghadapi persaingan global, faktor pendidikan, budaya internalisasi kebiasaan yang instan, menjadi sedikit diantara banyaknya alasan kenapa SDM UMKM kalah dibanding Usaha besar. Hal ini tentu berimbas pada mekanisme opersionalnya sendiri. Rendahnya kualitas manajemen yang berasal dari jiwa kewirausahaan yang belum kuat, menjadikan UMKM hanya sebagai pemain bertahan dalam kancah persaingan global, ia pun belum mampu mengoptimalkan keunggulannya untuk mengambil gain dari persaingan tersebut.28 Salah satu alasannya adalah rendahnya produktivitas.

Karena itu perlu penyatuan inovasi yang lebih baik dalam meningkatkan daya saing pada klaster UMKM. Pengertian inovasi disini adalah usaha membawa invensi (penemuan) menjadi bermanfaat, dipakai oleh pengguna.29 Inovasi dapat pula mencakup ruang lingkup yang luas di luar kegiatan-kegiatan formal litbang sehingga termasuk didalamnya perbaikan terus menerus dalam mutu dan disain produk, perubahan dalam praktek manajemen dan bentuk organisasi, kreativitas dalam pemasaran dan modifikasi proses produksi yang dapat menurunkan harga, meningkatkan efisiensi dan menjamin keberlanjutan lingkungan hidup.

Maka untuk mengintegrasikan pengetahuan tersebut secara lebih efektif, maka diperlukanlah pemetaan potensi secara regional berdasarkan keunggulan komoditas. Konsep itu dikenal dengan sebutan OVOP (one village one product) yang pernah diwacanakan sebelumnya, namun konten dalam operasionalnya lebih dilengkapi dengan memasukkan komponen-komponen solusi diatas termasuk diantaranya pengembangan SDM, pemerataan kemampuan, pemanfaatan teknologi, implementasi knowledge management hingga peningkatan daya saing melalui persaingan inovasi yang kompetitif.

Karena itu fungsi pemetaan ini lebih diarahkan pada pemetaan yang lebih lanjut terhadap solusi-solusi yang telah diwacanakan, dengan maksud untuk membuka kembali kran harapan yang sebelumnya tersendat. Penyempurnaan konsep OVOP ini lebih ditekankan pada tujuan untuk mensinergikan solusi, lalu mensistematiskan mekanismenya dan akhirnya dapat memperkuat sendi-sendi solusi inovatif tersebut sehingga kontribusinya dapat terus berjalan secara berkesinambungan.

Meningkatkan produk unggulan tiap daerah dalam skala kecil tentu akan mempermudah proses integrasi pengetahuan yang berimbas pada pemerataan kemampuan. Kemampuan disini dapat dilihat dari kualitas SDM dan kuantitas produksi. Pemasalahan input dan output UMKM pun dapat terbantu, karena ia berada dibawah naungan kebersamaan yang terorganisir, baik secra non-formal masyarakat dan formalitas pemerintah. Apalagi bila produk yang dikembangkan adalah sama. Karena selain akan mempermudah akses modal juga dapat meningkatkan inovasi. Karena secara tidak langsung konsep OVOP akan meningkatkan persaingan lokal dalam tingkat regional.

Dan bila proses ini dapat terus berjalan, tentu akan melahirkan brand atau image yang baik dari UMKM yang dapat menjadi modal awal untuk menatap persaingan global. contohnya adalah Pekalongan yang sering disebut kota batik, atau Cirebon dengan keunggulan produksi rotan dan udangnya. Hal ini terbukti mampu menyerap pasar yang lebih baik. Karena yang ditawarkan adalah keunikan, dan UMKM sarat dengan faktor keunikan dan inovasi apalagi budaya masyarakat indonesia yang beragam, tentu akan banyak melahirkan inovasi-inovasi baru bila terus dikembangkan.

Hal ini juga akhirnya sejalan dengan tantangan dan peran yang diharapkan dari UMKM kedepannya yaitu berupa penaggulangan kemiskinan, karena pertumbuhan UMKM disitu akan mengoptimalkan tenaga-tenaga daerah yang belum sempat dipakai. Sehingga akan mengurangi neraca pengangguran nasional secara bertahap. Selain itu dengan peningkatan daya saing dan pemerataan kemampuan (kualitas) secara tidak langsung akan meningkatkan kuantitas dan kualitas UMKM yang benar-benar berbasis SDM unggul.

Dengan membangun kualitas lokal yang unggul lalu didukung dengan akses pasar yang baik tentu akan melahirkan output yang lebih baik. Maka dalam globalisasi perdagangan kelak, dinamika ini disinyalir akan semakin memperkuat peran UMKM menjadi tameng ekonomi bangsa dengan kontribusinya pada peningkatan ekspor non-migas Indonesia, sekaligus menjadi salah satu brand produk bangsa yang unggul, yang dapat diperhitungkan dipasar dunia.

Dalam penerapan konsep brand dalam pengembangan OVOP pada UMKM, setidakya ada 5 proses dasar yang dapat menjadi acuan perusahaan-perusahaan berskala internasional yaitu:

a. Research and Strategy, yaitu bagaimana mengklarifikasi tujuan, visi dan nilai yang dianut perusahaan-dalam konteks ini adalah UMKM yang tergabung lewat OVOP (One Village One Product).

b. Brand Strategy, hal ini berkaitan dengan pembelajaran, pengembangan atribut-atribut brand, penamaan dan membangun kredibilitas.

c. Design Concept yang terdiri dari visualisasi masa depan, mendesign identitas brand dan pengujian kualitas dan implementasi konsep design.

d. Brand Expressions, seperti finishing solusi identitas, perlindungan pada trademark, membuat program identity, penerapan arsitektur brand.

e. Managing Asset melalui pembangunan sinergi, peluncuran strategi dan rencana pengembangan brand secara internal dahulu lalu eksternal lalu dilanjutkan dengan pengembangan standarisasi dan pengelolaan dan akhirnya terciptalah brand yang competitif dan berdaya saing global.32

Brand dalam kaitannya dengan usaha-usaha besar berbasis korporasi merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan, guna meningkatkan pangsa pasar dan konsumen yang loyal. Karena salah satu fungsi brand adalah menunjukkan kulaitas suatu produk atau perusahaan sendiri secra visual. Bedanya dengan UMKM disini adalah brand yang berusaha dibangun bukan dengan modal berbentuk money, tapi hanya dengan sinergisitas, walaupun dalam mekanismenya tetap memerlukan modal berlebih tapi itu bukan merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi.

 B. Saran dan Tindak Lanjut

Pemaparan wacana diatas adalah sebuah teori normatif yang dikaji berdasarkan kajian dokumentatif dan dikaitkan dengan tawaran solusi yang argumentatif. Namun secara implementatif, bagaimana konsep ini dapat diterapkan dengan tetap memperhatikan faktor perbedaan karakteristik, dan masalah-masalah klasik yang sudah lama membuat perkembangan UMKM terusik. Diantara langkah-langkah yang dapat diterapkan adalah:

1. Penggalian potensi tiap daerah dalam konteks ini UMKMnya. Subjek dari penggalian ini adalah pemerintah pusat dan daerah dengan hak otonominya, lalu bersama masyarakat berusaha memunculkan potensi tersebut. Pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah pendekatan budaya, adat dan kebiasaan masyarakat karena hal-hal seperti itulah yang akan mempengaruhi demand yang secara otomatis akan membentuk keterampilan supply. Penelitian juga dapat didasarkan pada potensi dasar ekonomi daerah atau BLS (Baseline Economic Survey) atau penelitian komoditi yang layak dibiayai oleh bank (lending model) dalam hal ini membutuhkan kebijakan moneter bank Indonesia untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam menetapkan kebijakan pengembangan UMKM dengan dasar penelitian.

2. Pemetaan potensi regional berdasarkan komoditi unggul. Setelah terlihat potensi tiap aerah maka perlu diarahkan secara lebih efisien. Tanpa bermaksud mendiskriminasikan komoditi yang masih kurang, karena ia akan tetap ditingkatkan melalui jalur knowledge sharing. Spesialisasi pada komoditi unggul dimaksudkan untuk dapat melihat gambaran OVOP yang ideal pada tiap daerah agar pembangunan infrastrukur lebih efisisen dan tidak salah kaprah. Pemetaan ini juga dimaksudkan agar membentuk OVOP-UMKM yang berorientasi pasar dari sisi supply dan demandnya.

3. Pembangunan infrastruktur UMKM yang berbasis OVOP. Hal ini memerlukan kontribusi besar dari pemerintah bila ingin mengharapkan return yang baik dan cepat dalam penumbuhan ekonomi bangsa. Termasuk dalam infrastruktur berupa teknologi yang tepat guna, akses pasar dan modal. Sehingga perkembangan UKM dapat berjalan dnegan cepat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi.

4. Kebijakan regulasi. Dalam salah satu media pernah disebutkan biaya bea cukai produk UMKM indonseia yang dipamerkan di luar negeri mendapat biaya hampir 50% dari harga aslinya saat barang tersebut kembali ke Indonesia. Dengan alasan itu sudah termasuk kategori barang mewah.36 Fakta ini sangat disesalkan bila ingin meningkatkan daya saing UKM dalam skala global. maka diperlukanlah perbaikan kebijakan regulasi yang terangkum pada 4 hal yakni:

  • Regulasi dunia perbankan, berkenaan dengan kredit perbankan melalui UKM center dan kredit bank untuk rakyat kecil.
  • Regulasi tentang klasifikasi UMKM tentang dana bantuan.
  • Regulasi kemudahan birokrasi, pajak penghasilan dan formalisasi badan usaha.37
  • Regulasi tentang kemudahan berinvestasi pada investor lokal khususnya dan pada investor asing pada umumnya.

5. Terus mencari dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Pola kemitraan dalam OVOP mungkin akan dapat berjalan beriringan dnegan konsep musyarakah dalam bank syariah dan jasa KKMB dalam bank konvensional. Disisi lain peran-peran lembaga independen lainnya tentu sangat diperlukan seperti BPPT dalam kaitannya dengan bidang pengembangan teknologi tepat guna, PI-UMKM dalam memicu kualitas daya saing melalui program berbagi inovasinya.

6. Standar ekspor dan HAKi. Untuk meningkatakan brand dan image UMKM dalam pasar internasional, produknya membutuhkan standar ekspor yang jelas, selain dari itu untuk tetap menjaga keorisinilan produk indonesia tersebut maka dibutuhkanlah HAKi (hak cipta atau paten atas produk indonesia).38 Namun Kebijakan ini harus kondusif maksudnya dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UMKM secara finansial.

Dengan langkah langkah diatas kedepannya Pengembangan UMKM lebih dapat diarahkan pada supply driver strategy dengan program kebijakan yang berorientasi pasar, dan didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan riil nya (market oriented, demand driven programs).

Tinggalkan komentar